PUKAT PANTAI
PENDAHULUAN
1. Definisi Alat Tangkap Pukat Pantai
Pukat pantai atau beach seine adalah salah satu jenis alat tangkap yang masih tergolong kedalam jenis alat tangkap pukat tepi. Dalam arti sempit pukat pantai yang dimaksudkan tidak lain adalah suatu alat tangkap yang bentuknya seperti payang, yaitu berkantong dan bersayap atau kaki yang dalam operasi penangkapanya yaitu setelah jaring dilingkarkan pada sasaran kemudian dengan tali panjang (tali hela) ditarik menelusuri dasar perairan dan pada akhir penangkapan hasilnya didaratkan ke pantai. Pukat pantai juga sering disebut dengan krakat. Di beberapa daerah di jawa juga dikenal dengan nama “puket”, “krikit”, dan atau “kikis”.
2. Sejarah Alat Tangkap Pukat Pantai
Daerah penyebaran alat tangkap pukat panta terdapat hampir di seluruh daerah perikanan laut Indonesia, walaupun di tiap daerah punya nama dan ciri tersendiri, namun hal ini pada dasarnya hanya bertujuan untuk memudahkan pengenalan alat tangkap ini di masing-masing daerah. Misalnya alat tangkap pukat pantai yang beroperasi di teluk Segara Wedi yang labih dikenal dengan krakat prigi karena terdapat di perairan prigi kabupaten Trenggalek Jawa Timur. Krakat ini sudah digunakan untuk menangkap ikan sejak jaman belanda atau sekitar tahun 30-an. Pada masa itu harga bahannya masih relative mahal, oleh karena itu baru para pegawai pemerintah Hindia Belanda saja yang memiliki. Sedangkan bahan untuk membuatnya pun masih sederhana, alat ini pada masa itu terbuat dari benang kapas dicampur dengan getah bakau pada bagian jaringnya, dan tali penarik terbuat dari penjalin dengan daya awet alat yang hanya dapat mencapai kurang labih selama 2 tahun.
Daerah penangkapan yang bertambah luas dan jauh jaraknya disebabkan dengan adanya persaingan dengan alat tangkap pukat cincin dan payang yang beroperasi di perairan yang sama sehingga jumlah ikan menjadi terbatas. Selain itu derasnya erosi di wilayah pesisir karena kurangnya pelindung menyebabkan perairan pantai terdekat menjadi dangkal.
Bagian pelampung pada pukat pantai pada masa pemerintahan Hindia Belanda itu masih terbuat dari kayu dan pemberatnya dari batu dan tanah liat yang dibakar, tatapi sekarang sudah berkembang menjadi bahan sintetis karena lebih awet dan mudah perawatanya. Jumlah pemilik pukat pantai dan nelayan buruh yang mengoperasikan juga bertambah banyak dan terus berkembang.
3. Prospektif Alat Tangkap Pukat Pantai
Dalam perkembanganya pukat pantai terus mengalami kemajuan baik dalam hal distribusinya maupun bentuknya. Walaupun di masing-masing daerah munkin akan mempunyai nama yang berbeda-beda dan mengalami perubahan sesuai dengan keinginan penduduk setempat. Penggunaan tenaga kerja yang cukup banyak sekitar 36 orang merupakan ciri positif dari pukat pantai bila dikaitkan dengan lapangan kerja dan perluasan kesempatan kerja. Mereka biasanya tidak dituntut untuk memiliki ketrampilan tertentu kecuali tenaga yang cukup untukmenarik jarring. Meskipun tergolong dalam alat tangkap tradisional namun pukat pantai termasuk dalam alat tangkap tradisional penting yang dapat memberikan hasil tangkap yang cukup baik. Menurut data statistik perikanan tahun 1986 jumlah pukat tapi mencapai 9.740 unit dengan jumlah seluruh alat penangkap 452.845 unit dan dengan jumlah produksi mencapai 75.363 ton. Daerah penyebaranya hampir terdapat di seluruh daerah perikanan laut Indonesia. Hal tersebut dapat menunjukkan perkembangan dari alat tangkap pukat pantai yang cukup baik.
KONSTRUKSI ALAT TANGKAP
1. Konstruksi Umum Alat Tangkap Pukat Pantai
Pada prinsipnya krakat atau pukat pantai terdiri dari bagian bagian seperti : kantong, sayap atau kaki dan tali panjang (slambar, hauling line). Bagian kantong berbentuk kerucut, bisa dibuat dari bahan waring, katunmaupun bahan sintetis seperti waring karuna, nilon, dan bahan dari plastik. Pada mulut di kantong kanan-kirinya dihubungkan dengan kaki atau sayap, sedang pada bagian ujung belakang yang disebut ekor diberi tali yang dapat dengan mudah dibuka dan diikatkan untuk mengeluarkan hasil tangkapn. Bagian kaki atau sayap dibuat dari bahan benang katun atau bahan sintetis lainnya. Besar mata bagian kaki bervariasi mulai dari 6,5 cm pada ujung depan dan mengecil pada bagian pangkalnya. Pada bagian ujung depan kaki diberi atau dihubungkan dengan kayu cengkal (brail or preader). Pada tiap ujung kaki, yaitu pada ris atas dan bawah diikatkan tali yang telah diikatkan pada kayu cengkal kemudian disambungkan dengan tali hela (tali slambar, hauling line) yang panjang dan dapat dibuat menurut kebutuhan. Pada bagian atas mulut dan kaki diikatkan pelampung. Ada tiga macam pelampung yang sering digunakan yaitu: pelampung raja, pelampung biasa dan pelampung. Sedangkan pada ris bawah diikatkan dua macam pemberat yaitu dari timah dan pemberat dari rantai besi yang jarak antara satu dengan yang lainnya saling berjauhan.
2. Detail Konstruksi Alat Tangkap Pukat Pantai
Pukat pantai terdiri dari tiga bagian penting yaitu kantong (bag), badan (shoulder) dan sayap (wings). Masing-masing bagian masih terdiri atas beberapa sub bagian lagi.
a. Sayap (Wings)
Sayap merupakan perpanjangan dari bahan jaring, berjumlah sepasang terletak pada masing-masing sisi jarring. Masing-masing sayap terdiri atas:
1. Ajuk-ajuk, yang berada di ujung depan dan biasanya terbuat dari polyethyline
2. Gembungan, yang terdapat di tengah dan biasanya juga terbuat dari polyethyline.
3. Clangap, yang berada di dekat badan dan biasanya juga terbuat dari polyethyline atau bahan sintetis lainnya.
b. Kantong (Bag)
Kantong berfungsi sebagai tampat ikan hasil tangkapan, berbentuk kerucut pada ujungnya diikat sebuah tali sehingga ikan-ikan tidak lolos. Biasanya masih dibantu dengan kebo kaos untuk membantu menampung hasil tangkapan. Kantong terdiri atas bagian-bagian yang mempunyai ukuran mata yang berbeda-beda. Kantong terdiri dari dua bagian, pada umumnya bagian depan berukuran mata sekitar 14 mm, berjumlah sekitar 290 dan panjang sekitar 2,20 m. Bagian belakang kira kira memiliki ukuran mata 13 mm, dengan jumlah sekitar 770, dan panjang sekitar 4 m.
c. Badan (Shoulder)
Bagian badan jarring terletak di tengah-tengah antara kantong dan kedua sayap. Berbentuk bulat panjang berfungsi untuk melingkupi ikan yang sudah terperangkap agar masuk ke kantong. Badan terdiri atas bagian depan yang mempunyai ukuran mata yang lebih kecil daripada bagian belakang dan dengan panjang serta jumlah mata yang lebih banyak daripada bagian belakang.
Kedudukan pukat pantai di perairan sangat ditentukan oleh keberadaan pelampung dan pemberat pukat pantai.
d. Pemberat (Sinker)
Pemasangan pemberat pada umumnya ditempatkan pada bagian bawah alat tangkap. Fungsinya agar bagian-bagian yang dipasangi pemberat ini cepat tenggelam dan tetap pada posisinya meskipun mendapat pengaruh dari arus serta membantu membuka mulut jaring kearah bawah.
f. Pelampung (Floats)
Sesuai dengan namanya fungsi pelampung digunakan untuk memberi daya apung atau untuk mengapungkan dan merentangkan sayap serta membuka mulut jarring ke atas pada alat tangkap pukat pantai.
Selain hal-hal yang telah disebutkan diatas pukat pantai juga menggunakan tali temali. Tali tamali yang terdapat dalam pukat pantai ada tiga jenis, yaitu:
g. Tali Penarik (Warps) dan Tali Goci (Bridles)
Terletak pada dua ujung sayap, berfungsi untuk menarik jaring pukat pantai pada setiap operasi penangkapan. Tali ini ditarik dari pantai oleh nelayan dengan masing-masing sayap ditarik oleh sekitar 13 nelayan atau tergantung dengan panjang dan besarnya pukat pantai.
h. Tali Ris Atas (Lines)
Berfungsi sebagai tempat untuk melekatnya jaring pada bagian atas dan pelampung. Tali ini terletak pada kedua sayap
i. Tali Ris Bawah (Ground Rope)
Tali ini berfungsi sebagai tempat melekatnya jaring pada bagian bawah dan pemberat. Tali ini terletak pada kedua sayap jarring.
j. Karakteristik Alat Tangkap Pukat Pantai
Alat tangkap pukat pantai termasuk jenis pukat yang berukuran besar. Banyak dikenal di daerah pantai utara Jawa, Madura, Cilacap, Pangandaran, Labuhan , Pelabukan Ratu, Maringge (Sumatra Selatan). Bentuknya seperti payang dan bersayap. Prinsip pengoperasianya adalah menelusuri dasar perairan dan pada akhir penangkapan hasilnya didaratkan ke pantai. Dalam pengoperasiannya pukat pantai yang berukuran bear memerlukan tenaga sampai puluhan orang lebih. Kantong pada pukat pantai biasanya berbentuk kerucut dan terbuat dari katun maupun bahan sintetis lain. Hasil tangkapan yang diperoleh dengan alat tangkap pukat pantai biasanya jenis-jenis ikan pantai yang hidup di dasar dan termasuk juga jenis udang. Dalam pengoperasiannya kapal atau perahu yang digunakan bervariasi. Sampai sekarang penggunaan alat tangkap pukat pantai ini terus menerus mengalami perkembangan baik dalam halperubahan model maupun penyebaran atau distribusinya.
k. Bahan dan Spesifikasinya
Seperti yang telah disebutkan pada konstruksi maupun detail konstruksi, pada prinsipnya pukat pantai terdiri dari bagian-bagian kantong yang berbentuk kerucut yang bisa dibuat dari bahan waring, katun maupun bahan sintetis lain seperti waring karuna, nilon bahan dari plastic maupun polyethylene (PE). Bagian kaki atau sayap dibuat dari bahan benang katun atau bahan sintetis lainnya. Pada bagian atas mulut dan kaki diikatkan pelampung. Pelampung ini kebanyakan terbuat dari bahan sintetis yang bersifat mudah mengapung atau tidak tenggelam dan biasanya berbentuk silinder. Sedangkan pada ris bawah diikatkat pemberat yang bisa terbuat dari timah atau dapat pula digunakan rantai besi. Pada masa dahulu masih digunakan pemberat yang terbuat dari bahan liat maupun batu. Namun sekarang sudah jarang digunakan karena daya awetnya rendah.
HASIL TANGKAPAN
Hasil tangkapan yang diperoleh dengan alat tangkap pukat pantai terutama jenis-jenis ikan dasar atau jenis ikan demersal dan udang antara lain yaitu; pari (rays), cucut (shark),teri (stolepharus spp), bulu ayam (setipinna spp), beloso (saurida spp), manyung (arius spp), sembilang (plotosus spp), krepa (epinephelus spp), kerong-kerong (therapon spp), gerot-gerot (pristipoma spp), biji nangka (parupeneus spp), kapas-kapas (gerres spp), petek (leiognathus spp), ikan lidah dan sebelah (psettodidae), dan jenis jenis udang (shrimp).
Sedangkan untuk pembagian hasil tangkapan, hal ini sudah diatur sesuai dengan undang-undang no 16 tahun 1964 tentang pembagian hasil usaha perikanan tangkap untuk operasi penangkapan ikan di laut dengan menggunakan perahu layar, nelayan penggarap minimal mendapat 75% dari hasil usaha bersih.
DAERAH PENANGKAPAN
Daerah penangkapan ikan adalah suatu daerah perairan yang cocok untuk penangkapan ikan dimana alat tangkap dapat kita operasikan secara maksimum. Syarat-syarat suatu daerah dapat dikatakan sebagai daerah penangkapan ikan bila :
1. Terdapat ikan yang berlimpah jumlahnya
2. Alat tangkap dapat dioperasikan dengan mudah
3. Secara ekonomis daerah sangat berharga atau kondisi dan posisi daerah perlu diperhitungkan.
Pada umumnya krakat atau pukat pantai banyak dikenal dan dipergunakan di daerah pantai utara Jawa, Madura, Cilacap, Pangandaran, Labuhan, Pelabuhan Ratu, Marigge (Sumatra Selatan), dan banyak pula digunakan di daerah Jawa. Sedangkan distribusi pukat pantai ini meliputi daerah Labuhan, Teluk Panganten, Jakarta, Cirebon, Brebes, Pemalang, Tegal, Pekalongan, Semarang, Jepara, Juana, Rembang, Tuban, Bojonegoro, Pasuruan, Probolinggo, Panarukan, Banyuwangi, Muncar, Sepanjang pantai Madura, Lampung, Prigi, Pangandaran, Teluk Betung, Maringge, Seputih dan lain-lainnya.
Biasanya daerah penangkapan untuk alat pukat pantai ditentukan berdasarkan tanda-tanda alamiahn seperti terlihatnya buih-buih di permukaan perairan atau adanya burung yang menyambar-nyambar, namun kebanyakan nelayan menggunakan cara dengan mencoba menurunkan jaring pada daerah yang sudah biasa dijadikan daerah penangkapn oleh nelayan pukat pantai di masing-masing daaerah.
Dulu ketika jumlah unit pukat pantai masih terbatas, penggunaan daerah penangkapan tidak pernah menjadi permasalahan antara pemilik pukat pantai. Namun seiring dengan berkembangnya jumlah pemilik pukat pantai maka pada masing-masing daerah atau wilayah penangkapan dikenal adanya sistem pembagian daerah penangkapan pukat pantai dengan membagi daerah penangkapan menjadi beberapa bagian dan pada tiap bagian berlaku adanya pembagian jadwal operasi.
ALAT BANTU PENANGKAPAN
Selain bagian-bagian dari pukat pantai sendiri, dalam pengoperasiannya pukat pantai masih menggunakan alat bantu penangkapan diantaranya adalah :
1. Perahu
Perahu yang dipergunakan dalam pengoperasian pukat pantai ini bervariasi. Akan tetapi biasanya berukuran panjang 5-6 m, lebar 0.6 m dan dalam atau tinggi 0.7 m. Perahu ini ada yang dilengkapi dengan katir/sema (outriggers) maupun tidak. Ada yang dilengkapi dengan motor dan ada juga yang tanpa motor (perahu dayung). Untuk perahu dayung biasanya terbuat dari bahan kayu. Kelebihan dari material kayu selain harganya lebih murah, tehnologinya sederhana, material mudah didapat, pembentukannya mudah ringan dan perawatanya juga mudah.
2. Pelampung Berbendera
Pelampung berbendera ini berfungsi sebagai tanda posisi kantang pukat pantai di perairan dan sebagai petunjuk bagi mandor tentang keseimbangan posisi jarring antara kiri dan kanan. Sehingga dengan melihat bendera, mandor dapat dengan mudah mengetahui kapan posisi penarik harus bergeser dan seberapa jauhnya jarak pergeseran.
3. Kayu Gardan
Kayu garden ditancapkan dengan kokoh di pantai. Fungsi dari kayu ini adalah sebagai penggulung tali penarik dan sebagai tempat untuk menambatkan tali penarik. Kayu ini terbuat dari kayu pohon yang kuat misalnya kayu kopi, kayu waru dan sebagainya.
TEKNIK OPERASI ALAT TANGKAP PUKAT PANTAI
Tahap Persiapan
Kira-kira sebanyak 6 orang nelayan naik ke perahu yang ditambat di dekat pantai untuk mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan bagi operasional penangkapan. Jaring dan tali disusun sedemikian rupa dengan dibantu para nelayan penarik untuk mempermudah operasi penangkapan terutama pada waktu penawuran (setting). Urut-urutan susunan alat dalam perahu mulai dari dasar adalah sebagai berikut : gulungan tali penarik I, sayap I, badan, kantong, sayap II dan teratas adalah gulungan tali penarik II. Diatur pula letak pelampung pada bagian sisi kanan menghadap kea rah laut dan pemberat di sebelah kiri menghadap kea rah pantai. Salah satu ujung tali hela (penarik) diikatkan pada patok kayu di pantai kemudian perahu dikayuh menjauhi pantai.
Tahap Penawuran (Setting)
Perahu dikayuh menjauhi pantai sambil menurunkan tali hela II yang ujungnya telah diikatkan pada patok di daratan pantai. Apabila syarat-syarat fishing ground telah ditemukan dan jarak sudah mencapai sekitar 700 m (sepanjang tali hela) dari pantai, perahu mulai bergerak ke kanan sambil menurunkan jaring. Penurunan jaring diusahakan agar membentuk setengah lingkaran menghadap garis pantai. Urutan penurunan dari perahu sebelah kiri berturut-turut sayap II, badan dan kantong serta sayap I, kemudian tali hela diulur sambil mengayuh perahu mendekati pantai dan pada saat mendekati pantai ujung tali penarik yang lain dilempar ke pantai dan diterima oleh sekelompok nelayan yang lain. Setelah kedua ujung tali penarik berada di pantai, masing-masing ujung ditarik oleh sekelompok nelayan yang berjumlah sekitar 13 orang per kelompok. Pada saat itu perahu kembali kelaut untuk mengambil tali kantong dan mengikuti jaring hingga ke pantai selama penarikan jaring.
Kecapatan perahu dalam menebarkan jaring dapat dihitung dengan mengetahui jarak yang telah ditempuh perahu dan lamanya waktu penebaran. Sedangkan kecepatan penawuran dapat diperoleh dengan menghitung panjang pukat pantai dibagi dengan lama penawuran.
Tahap Penarikan (Hauling)
Ketika ujung tali hela I telah sampai di pantai, penarikan jaribng dimulai. Jarak antara ujung tali penarik I dan II kurang lebih 500 m, masing-masing ditarik oleh nelayan berjumlah sekitar 13 orang. Sambil secara bertahap saling mendekat bersamaan dengan mendekatnya jarring ke pantai. Perpindahan dilakukan kira-kira sebanyak 4 kali dengan perpindahan ke 4 pergeseran dilakukan terus menerus hingga akhirnya bersatu. Ketika sayap mulai terangkat di bibir pantai, penarikan di komando oleh seorang mandor untuk mengatur posisi jarring agar ikan tidak banyak yang lepas. Bersamaan dengan itu perahu dikayuh menuju ujung kantong yang diberi tanda dengan bendera yang terpasang pada pelampung. Salah satu dari crew penebar mengikatkan kebo kaos pada bagian ujung kantong. Kebo kantong tersebut dimaksudkan sebagai tempat ikan hasil tangkapan agar jarring tidak rusak akibat terlalu banyak muatan. Sambil memegang kebo kaos tersebut nelayan berenang mengikuti jarring sampai ke pinggir pantai. Kecepatan penarikan dapat dihitung dengan cara membagi panjang keseluruhan dengan lamanya penarikan.
Tahap Pengambilan Hasil Tangkap
Sayap dan badan pukat pantai terus ditarik dan bila kedua bagian ini telah berada di daratan pantai, kantong ditarik dan hasil tangkapan dikeluarkan dari kantong. Selanjutnya ikan yang jenisnya bermacam-macam tersebut disortir dengan memisahkan dan memasukkanya ke dalam keranjang tempat yang telah disediakan. Selain itu sebagian nelayan ada yang menaikkan tali penarik dan jating ke daratan untuk dirawat atau mempersiapkan pengoperasian tahap berikutnya.
HAL-HAL YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN PENANGKAPAN
Hal-hal yang mempengaruhi berhasil atau tidaknya suatu operasi penangkapan diantaranya adalah :
1. Penentuan fishing ground yang tepat
2. Pengaturan posisi pukat pantai yang digunakan
3. Kecepatan penebaran dan penaikkan jarring
4. perawatan, daya awet sertaefektifitas pukat pantai yang digunakan
5. Lamanya waktu pengoperasian
6. Kondisi perahu dan alat bantu lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous.1976.FISHERMAN’S MANUAL.World Fishing. England.
Anonimous.1975.FAO CATALOGUE OF SMAIL SCALE FISHING GEAR.FAO of UN.
Ayodya.1975.FISHING METHODS DIKTAT KULIAH ILMU TEHNIK PENANGKAPAN IKAN. Bagian Penangkapan. Fakultas Perikanan IPB. Bogor.
Subani dan Barus.1989. ALAT PENANGKAPAN IKAN DAN UDANG LAUT DI INDONESIA. Balai Perikanan Laut. Jakarta.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tolong ditulis lebih jelas lagi
BalasHapus