Apakah Pengelolaan Perikanan Itu?
Menurut Panduan Kegiatan Terbaik mengenai Standar Inti bagi Pengumpulan, Penangkapan dan Penyimpanan Ikan tahun 2001, pengelolaan perikanan adalah suatu proses terpadu
yang mencakup setiap aspek penangkapan ikan. Proses tersebut meliput kegiatan yang berawal dari pengumpulan dan analisis informasi, perencanaan, pengambilan keputusan,
pemanfaatan sumberdaya, dan perumusan tindakan penegakan peraturan di bidang pengelolaan perikanan. Tindakan penegakan ini dilaksanakan oleh pihak yang berwenang sehingga dapat mengendalikan perilaku pihak yang berkepentingan. Hal ini ditujukan bagi terjaminnya
kelangsungan produktivitas perikanan dan kesejahteraan sumberdaya alam hayati di wilayah pesisir dan laut.
Cara penangkapan ikan yang merusak, dapat didefinisikan sebagai kegiatan penangkapan ikan yang menimbulkan kerusakan secara langsung, baik terhadap habitat (tempat
hidup dan berkembang biak) ikan maupun terhadap organisme utama yang berperan penting dalam membangun suatu habitat (contohnya adalah karang pembangun terumbu
-> scleractinian, dalam ekosistem terumbu karang, -> lihat Panduan Pengenalan Ekosistem Terumbu Karang dan Ekosistem Lainnya).
Penangkapan ikan dengan cara yang merusak secara umum dipicu oleh tingginya permintaan konsumen untuk pasar perdagangan ikan, terutama ikan hidup. Konsumen dan pasar
diperdagangkan tersebu ditangkap. Selain itu, kondisi masyarakatini berdaya amat kuat dalam mengendalikan harga ikan hidup tersebut, di samping kurangnya informasi dan rendahnya kesadaran konsumen mengenai bagaimana ikan-ikan yang penangkap ikan yang miskin dan kurang sejahtera, mendorong mereka untuk mencari cara untuk mendapatkan uang yang banyak dalam waktu yang singkat dan mudah. Dengan cara-cara penangkapan ikan yang merusak, para penangkap ikan (nelayan) dapat meraih hasil yang banyak dalam waktu yang singkat. Kurangnya pemahaman mengenai siklus hidup ikan dan ekosistem yang mendukungnya (yang menjadi tempat tinggal dan berkembang biak) serta kurangnya penegakan hukum bagi penangkapan ikan yang merusak ini mempersulit perbaikan kondisi perikanan (terutama perikanan karang) yang mulai dirasakan oleh para penangkap ikan.
Penangkapan ikan yang merusak merupakan ancaman yang paling besar bagi kelestarian ekosistem pesisir dan laut di Indonesia, khususnya di Kabupaten Raja Ampat, Biak Numfor, Sikka, Buton, Wakatobi, Pangkajene Kepulauan, dan Selayar, terutama ekosistem terumbu karang. Berikut ini adalah beberapa cara penangkapan ikan yang merusak. Dari sini dapat kita
lihat bagaimana praktek penangkapan ikan yang merusak tersebut dapat menghancurkan sumberdaya perikanan kita, yang sangat kita butuhkan bagi kesejahteraan kita sendiri.
A. Cara penangkapan ikan yang merusak
1. Penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak
a. Awalnya, penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak diperkenalkan di Indonesia
pada masa perang dunia ke dua. Penangkapan ikan dengan cara ini sangat banyak digunakan,
sehingga sering dianggap sebagai cara penangkapan ikan “tradisional” (Pet-Soede dan
Erdmann, downloaded 30 October 2006, 09.18, http://www.spc.int/coastfish/news/LRF
/4/erdmann.htm).
b. Meskipun peledak yang digunakan berubah dari waktu ke waktu hingga yang paling
sederhana yaitu dengan menggunakan minyak tanah dan pupuk kimia dalam botol, cara
penangkapan yang merusak ini pada dasarnya sama saja. Para penangkap ikan mencari
gerombol ikan yang terlihat dan didekati dengan perahunya. Dengan jarak sekitar 5 meter,
peledak yang umumnya memiliki berat sekitar satu kilogram ini dilemparkan ke tengah
tengah gerombol ikan tersebut. Setelah meledak, para nelayan tersebut memasuki wilayah
perairan untuk mengumpulkan ikan yang mati atau terkejut karena gelombang yang
dihasilkan ledakan dengan menyelam langsung atau dengan menggunakan kompresor.
Ledakan tersebut dapat mematikan ikan yang berada dalam 10 hingga 20 m radius peledak
dan dapat menciptakan lubang sekitar satu hingga dua meter pada terumbu karang tempat
ikan tersebut tinggal dan berkembang biak.
Menangkap ikan dengan menggunakan bom bom ikan
c. Para penangkap ikan yang menggunakan cara peledakan biasanya mencari ikan yang
hidupnya bergerombol. Ikan-ikan karang yang berukuran besar seperti bibir tebal dan
kerapu yang biasa hidup di bawah terumbu karang menjadi sasaran utamanya. Ikan ekor
kuning hidup di sepanjang tubir, atau ikan kakaktua dan kelompok ikan surgeonfish, juga
menjadi sasaran peledakan. Karena besarnya gelombang ledakan, terkadang ikan yang ada di
tepi perairan terbuka pun sering menjadi sasaran. Ikan-ikan tersebut antara lain ikan
mackerel dan ikan sarden.
d. Terumbu karang yang terkena peledakkan secara terus menerus, seringkali tinggal
puing-puing belaka. Terumbu karang dalam yang rusak ini sulit sekali untuk dipulihkan,
karena kondisinya yang berupa puing dan tidak stabil, di atas substrat seperti ini larva
karang sulit untuk tumbuh dan berkembang biak (lihat Buku Panduan Mengenai Ekosistem
Terumbu Karang dan Ekosistem Terkait Lainnya). Selain itu, terumbu karang mati ini tidak
lagi menarik bagi ikan dewasa yang berpindah dan mencari tempat tinggal untuk
membesarkan anakan ikannya, sehingga menurunkan potensi perikanan di masa datang.
Selain itu, peledakan terumbu karang juga menyebabkan banyaknya ikan dan organisme
yang hidup dalam komunitas terumbu karang tersebut, yang bukan merupakan sasaran
penangkap ikan, turut mati.
d. Penangkapan ikan dengan peledak seperti ini merupakan tindakan yang melanggar hukum
dan lebih banyak dijumpai di wilayah Indonesia timur. Hal ini karena populasi manusia yang
lebih rendah menyebabkan berkurangnya peluang untuk tertangkap oleh patroli polisi lebih
kecil. Selain itu, di perairan wilayah barat Indonesia menunjukkan ketersediaan
ikan yang telah sangat berkurang, sehingga menangkap ikan dengan menggunakan peledak
tidak lagi menguntungkan (Pet-Soede dan Erdmann, downloaded 30 October 2006, 09.18,
http://www.spc.int/ coastfish/news/LRF/4/erdmann.htm).
2. Menggunakan Racun Sianida
a. Penggunaan racun sianida ini (sodium sianida) yang dilarutkan dalam air laut banyak
digunakan untuk menangkap ikan atau organisme yang hidup di terumbu karang dalam
keadaan hidup. Racun sianida yang sering disebut sebagai “bius” biasanya merupakan cara
favorit untuk menangkap ikan hias, ikan karang yang dimakan (seperti keluarga kerapu
dan Napoleon wrasse), dan udang karang (Panulirus spp.).
b. Pada dasarnya, penangkapan ikan seperti ini melibatkan penyelam langsung atau
menggunakan kompresor yang membawa botol berisi cairan sianida dan kemudian
disemprotkan ke ikan sasaran untuk mengejutkannya. Dalam jumlah yang memadai, racun ini
membuat ikan atau organisme lain yang menjadi sasaran "terbius" sehingga para
penangkap ikan dengan mudah mengumpulkan ikan yang pingsan tersebut. Seringkali, ikan
dan udang karang yang menjadi target lalu bersembunyi di dalam terumbu, dan para
penangkap ikan ini membongkar terumbu karang untuk menangkap ikan tersebut.
c. Cairan sianida yang digunakan untuk menangkap ikan berukuran besar, biasanya berupa
larutan pekat yang dapat mematikan sejumlah organisme yang hidup di terumbu karang,
termasuk ikan-ikan kecil, invertebrata yang bergerak, dan yang paling parah, racun sianida
juga mematikan karang keras.
d. Racun sianida, bukan saja mencemari ekosistem terumbu karang yang dapat mematikan
organisme yang tidak menjadi sasaran. Terumbu karang dapat rusak karena dibongkar oleh
para penangkap ikan untuk mengambil ikan yang terbius tersebut di rongga-rongga di dalam
terumbu. Selain itu, dalam jangka waktu yang lama, ekosistem yang terkena racun sianida
yang terus menerus dapat memberikan dampak buruk bagi ikan dan organisme lain dalam
komunitas terumbu karang, juga bagi manusia.
Menangkap ikan dengan racun sianida
3. Bubu
alat tangkap bubu
4. Pukat Harimau
a. Pukat Harimau merupakan cara penangkapan yang merusak lainnya. Pukat Harimau merusak terumbu karang, karena biasanya digunakan di dasar (substrat) yang lunak untuk menjaring udang. Pukat Harimau dilarang digunakan di Indonesia karena jaring/pukat ini dapat merusak hamparan laut dan menangkap organisme yang bukan sasaran penangkapan (by-catch). Namun demikian, meskipun kini penangkap ikan dengan Pukat Harimau jarang dijumpai, kegiatan ini masih ditemukan, terutama di wilayah perbatasan.
b. Berdasarkan definisinya, Pukat Harimau tidak termasuk dalam jenis alat tangkap ikan yang merusak. Namun demikian alat tangkap ini memberikan pengaruh yang luar biasa buruk terhadap sumberdaya laut khususnya terumbu karang, karena kemampuannya mengeruk
sumberdaya perikanan tersebut. Sebagai contoh, pukat harimau dengan model yang baru, yang dioperasikan di Selat Lembeh pada tahun 1996 hingga 1997 selama 11 bulan. Pukat ini menggunakan jerat-jaring yang sangat besar dan menangkap 1,400 Ikan Pari (Manta), 750 Marlin, 550 Paus, 300 Ikan Hiu (termasuk Hiu Paus), dan 250 Lumba-lumba (Pet-
Soede dan Erdmann, downloaded 30 October 2006, 09.18, http://www.spc.int/coastfis /news/LRF/4/erdmann.htm). Dampak penangkapan ikan dengan menggunakan pukat tersebut terhadap kegiatan ekowisata mulai terasa, karena berkurangnya kelimpahan organisme laut yang menjadi modal utama industri ekowisata ini.
5. Pukat Dasar
a. Pukat Dasar/Lampara Dasar dianggap sebagai salah satu penyebab berkurangnya ketersediaan ikan di Indonesia. Hal ini karena Pukat Dasar yang sering digunakan untuk menangkap udang, juga "menangkap" ikan dan organisme lain serta karena mobilitasnya dapat mengeruk dasar laut sehingga menimbulkan kerusakan ekosistem yang parah.
b. Pukat Dasar berinteraksi secara langsung dengan sedimen dasar yang dapat menyebabkan hilang atau rusaknya yang organisme hidup tidak bergerak seperti rumput laut dan terumbu karang. Pukat Dasar, dengan kemampuan pengerukkannya, dapat pula membongkar terumbu karang atau batu dalam ukuran besar. Di dasar yang berpasir atau berlumpur, Pukat ini dapat memicu kekeruhan yang tinggi dan berakibat buruk bagi kelangsungan hidup terumbu karang.
c. Terhadap jenis (spesies), kerugian utama yang ditimbulkan Pukat Dasar adalah tertangkapnya organisme kecil dan jenis-jenis yang bukan sasaran penangkapan (non-target), yang biasanya dibuang begitu saja di laut. Dampak terhadap spesies ini dapat dikurangi denan menggunakan jaringdengan ukuran tertentu yang dapat mengurangi peluang tertangkapnya
organisme yang berukuran kecil.
Alat Tangkap Ikan yang Ramah
Lingkungan
Seperti telah dijelaskan dalam pendahuluan, Indonesia sangat tergantung pada sektor perikanan, baik sebagai penghasil devisa negara, maupun sebagai pemasok protein bagi penduduk Indonesia. Karenanya, segala bentuk kegiatan penangkapan ikan yang merusak tidak lagi dilakukan. Sebagai sumberdaya alam yang pulih, ikan dapat dipanen terus menerus bila kita bijak dalam melakukan kegiatan perikanan tersebut. Hal ini harus terus menerus didorong karena perikanan yang ramahlingkungan dapat memberikan sumbangan sosial dan ekonomi
yang sangat penting bagi kita semua.
Food Agriculture Organization (FAO, sebuah lembaga di bawah naungan Perserikatan Bangsa Bangsa yang menangani masalah pangan dan pertanian dunia), pada tahun 1995 mengeluarkan
suatu tata cara bagi kegiatan penangkapan ikan yang bertanggung jawab (Code of Conduct for Resposible Fisheries- CCRF). Dalam CCRF ini, FAO menetapkan serangkaian kriteria
bagi teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan. Sembilan kriteria tersebut adalah sebagai berikut:
a. Alat tangkap harus memiliki selektivitas yang tinggi
Artinya, alat tangkap tersebut diupayakan hanya dapat menangkap ikan/organisme lain yang menjadi sasaran penangkapan saja. Ada dua macam selektivitas yang menjadi subkriteria, yaitu selektivitas ukuran dan selektivitas jenis. Subkriteria ini terdiri dari (yang paling rendah hingga yang paling tinggi):
1. Alat menangkap lebih dari tiga spesies dengan ukuran yang berbeda jauh
2. Alat menangkap paling banyak tiga spesies dengan ukuran yang berbeda jauh
3. Alat menangkap kurang dari tiga spesies dengan ukuran yang kurang lebih sama
4. Alat menangkap satu spesies saja dengan ukuran yang kurang lebih sama.
b. Alat tangkap yang digunakan tidak merusak habitat, tempat tinggal dan berkembang biak ikan dan organisme lainnya
Penangkapan Ikan yang Merusak). Ada pembobotan yang digunakan dalam kriteria ini yang ditetapkan berdasarkan luas dan tingkat kerusakan yang ditimbulkan alat penangkapan. Pembobotan tersebut adalah sebagai berikut (dari yang rendah hingga yang tinggi):
1. Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang luas
2. Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang sempit
3. Menyebabkan sebagaian habiat pada wilayah yang sempit
4. Aman bagi habitat (tidak merusak habitat)
c. Tidak membahayakan nelayan (penangkap ikan)
Keselamatan manusia menjadi syarat penangkapan ikan, karena bagaimana pun, manusia merupakan bagian yang penting bagi keberlangsungan perikanan yang produktif. Pembobotan resiko diterapkan berdasarkan pada tingkat bahaya dan dampak yang mungkin dialami oleh nelayan, yaitu (dari rendah hingga tinggi):
1. Alat tangkap dan cara penggunaannya dapat berakibat kematian pada nelayan
2. Alat tangkap dan cara penggunaannya dapat berakibat cacat menetap (permanen) pada
nelayan
3. Alat tangkap dan cara penggunaannya dapat berakibat gangguan kesehatan yang sifatnya
sementara
4. Alat tangkap aman bagi nelayan
d. Menghasilkan ikan yang bermutu baik
Jumlah ikan yang banyak tidak banyak berarti bila ikan-ikan tersebut dalam kondisi buruk. Dalam menentukan tingkat kualitas ikan digunakan kondisi hasil tangkapan secara morfologis (bentuknya). Pembobotan (dari rendah hingga tinggi) adalah sebagai berikut:
1. Ikan mati dan busuk
2. Ikan mati, segar, dan cacat fisik
3. Ikan mati dan segar
4. Ikan hidup
e. Produk tidak membahayakan kesehatan konsumen
Ikan yang ditangkap dengan peledakan bom pupuk kimia atau racun sianida kemungkinan tercemar oleh racun. Pembobotan kriteria ini ditetapkan berdasarkan tingkat bahaya yang mungkin dialami konsumen yang harus menjadi pertimbangan adalah (dari rendah hingga tinggi):
1. Berpeluang besar menyebabkan kematian konsumen
2. Berpeluang menyebabkan gangguan kesehatan konsumen
3. Berpeluang sangat kecil bagi gangguan kesehatan konsumen
4. Aman bagi konsumen
f. Hasil tangkapan yang terbuang minimum
Alat tangkap yang tidak selektif (lihat butir 1), dapat menangkap ikan/ organisme yang bukan sasaran penangkapan (non-target). Dengan alat yang tidak selektif, hasil tangkapan yang terbuang akan meningkat, karena banyaknya jenis non-target yang turut tertangkap. Hasil tangkapan nontarget, ada yang bisa dimanfaatkan dan ada yang tidak. Pembobotan kriteria ini ditetapkan berdasarkan pada hal berikut (dari rendah hingga tinggi):
1. Hasil tangkapan sampingan (by-catch) terdiri dari beberapa jenis (spesies) yang tidak laku
dijual di pasar
2. Hasil tangkapan sampingan (by-catch) terdiri dari beberapa jenis dan ada yang laku dijual di
pasar
3. Hasil tangkapan sampingan (by-catch) kurang dari tiga jenis dan laku dijual di pasar
4. Hasil tangkapan sampingan (by-catch) kurang dari tiga jenis dan berharga tinggi di pasar.
g. Alat tangkap yang digunakan harus memberikan dampak minimum terhadap keanekaan sumberdaya hayati (biodiversity)
Pembobotan criteria ini ditetapkan berdasasrkan pada hal berikut (dari rendah hingga tinggi):
1. Alat tangkap dan operasinya menyebabkan kematian semua mahluk hidup dan merusak
habitat
2. Alat tangkap dan operasinya menyebabkan kematian beberapa spesies dan merusak habitat
3. Alat tangkap dan operasinya menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak merusak
habitat
4. Aman bagi keanekaan sumberdaya hayati
h. Tidak menangkap jenis yang dilindungi undang-undang atau terancam punah
Tingkat bahaya alat tangkap terhadap spesies yang dilindungi undangundang ditetapkan berdasarkan kenyataan bahwa:
1. Ikan yang dilindungi sering tertangkap alat
2. Ikan yang dilindungi beberapa kali tertangkap alat
3. Ikan yang dilindungi "pernah" tertangkap
4. Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap
i. Diterima secara sosial
Penerimaan masyarakat terhadap suatu alat tangkap, akan sangat tergantung pada kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di suatu tempat. Suatu alat diterima secara sosial oleh masyarakat bila:
(1) biaya investasi murah,
(2) menguntungkan secara ekonomi,
(3) tidak bertentangan dengan budaya setempat,
(4) tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. Pembobotancriteria ditetapkan dengan
menilai kenyataan di lapangan bahwa (dari yang rendah hingga yang tinggi):
- Alat tangkap memenuhi satu dari empat butir persyaratan di atas
- Alat tangkap memenuhi dua dari empat butir persyaratan di atas
- Alat tangkap memenuhi tiga dari empat butir persyaratan di atas
- Alat tangkap memenuhi semua persyaratan di atas
Bila ke sembilan kriteria ini dilaksanakan secara konsisten oleh semua pihak yang terlibat dalam kegiatan perikanan, dapat dikatakan ikan dan produk perikanan akan tersedia untuk dimanfaatkan oleh kita dan generasi anak cucu kita. Hal yang penting diingat adalah bahwa generasi saat ini (baca: kita) memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan bahwa kita tidak mengurangi ketersediaan ikan bagi generasi yang akan datang dengan pemanfaatan sumberdaya ikan yang ceroboh dan berlebihan. Perilaku yang bertanggungjawab ini dapat menghasilkan peningkatan ketersediaan ikan, yang kemudian akan memberikan sumbangan yang penting bagi ketahanan pangan, dan peluang pendapatan yang berkelanjutan.
Alat Tangkap yang ramah dan tidak ramah lingkungan
1. Penangkapan ikan hias
a. Ikan hias merupakan salah satu sumberdaya ekosistem terumbu karang yang berperan penting dalam kegiatan ekonomi di wilayah pesisir dan laut. Penangkapan ikan hias ini sering kali menggunakan racun sianida karena kemudahannya mendapatkan racun sianida serta kepastian mendapatkan hasil yang tinggi. Seperti telah dijelaskan di muka, menggunakan racun sianida untuk menangkap ikan karang dapat berakibat buruk bukan saja pada ikan itu sendiri, tetapi juga pada terumbu karang yang terkena racun, serta pada manusia yang menyemprotkan racun tersebut dan yang memakannya (untuk ikan karang yang dimakan).
b. Masalah yang sering terjadi dalam kegiatan penangkapan ikan hias laut yang berasal dari terumbu karang adalah tingginya tingkat kematian Mengapa ikan hias hasil tangkapan tersebut mudah mati? Ada beberapa sebab yang sering menjadi sumber kematian ikan hias tersebut, dan
kesemua ini berkaitan dengan prinsip penangkapan ikan hias ramah lingkungan.
c. Penyebab matinya ikan hias hasil tangkapan:
- Penggunaan racun sianida/potassium yang berlebihan
- Teknik dekompresi yang kurang tepat
- Kurangnya oksigen saat penyimpanan
- Ikan teracuni oleh amoniak buangan ikan yang tercampur dalam
- Terlalu banyak ikan dalam satu wadah penyimpanan
- Ikan terjemur sinar matahari
- Prosedur penangan dan pengangkutan yang kurang baik
Dalam kegiatan penangkapan ikan hias di terumbu karang yang ramah lingkungan, ada serangkaian kriteria yang harus dilaksanakan. Penangkapan ikan hias ramah lingkungan mencakup:
- Tata cara penangkapan
- Penanganan dan penyimpanan
- Persyaratan lain yang berkaitan dengan perawatan dan prinsip-prinsip
praktis yang perlu diketahui sehingga kegiatan penangkapan ikan hias dari terumbu karang ini dapat berkelanjutan. Selain itu, ada serangkaian alat tangkap yang diperlukan bagi ikan hias yang ramah lingkungan ini. Alat dan bahan tersebut antara lain:
- Jaring penghalang
- Serok
- Ember dekompresi
Prinsip utama yang harus diperhatikan dalam pengumpulan ikan dari laut
adalah sebagai berikut:
Persyaratan umum penanganan, penyimpanan, dan penangkaran:
a. Ikan dari lokasi yang berlainan tidak boleh dicampur dalam suatu wadah yang sama
b. Perjalanan pengumpulan dan penangkapan yang singkat (tidak terlalu lama)
c. Penangkapan harus selalu menggunakan ember yang mengapung
d. Setelah pengumpulan dan penangkapan, ikan harus ditandai dengan informasi mengenai:
- Penangkap
- Pengumpul
- Lokasi penangkapan
- Lokasi pengumpulan
- Tanggal dan jam penangkapan
e. Kualitas dan suhu air dalam wadah yang harus dijaga, antara lain dengan
cara:
- Menempatkan wadah di tempat yang teduh dan mengganti air dengan air laut yang
bersih/segar
- Menghindari penggantian air yang terlalu sering dan ceroboh serta keteduhan yang
berubah-ubah
- Memastikan periode penyimpanan antara penangkapan dan pemngiriman yang singkat
kepada pembeli yang mampu melakukan penyesuaian suhu yang tepat
Penanganan dan Penyimpanan
a. Jangan memegang ikan saat menangani ikan
b. Gunakan serok (lihat bagian berikutnya untuk cara pembuatan) dengan hati-hati
c. Serok harus terbuat dari bahan yang lembut dan bermata jaring kecil
d. Kantong plastik dan toples penyimpanan sebaiknya tidak dibiarkan terkena panas matahari
langsung
e. Lindungi tempat penyimpanan dengan kotak atau terpal hitam
f. Ember bisa digunakan sebagai alat penyimpanan sementara dan dekompresi
g. Bila menggunakan ember dan botol sebagai tempat penyimpanan, maka hal berikut harus
menjadi perhatian:
- Ember dan/atau botol harus disimpan dalam laut dengan kedalaman 3 dengan sirkulasi air
yang baik
- Direndam dalam air laut yang baru/segar setelah pengapalan
- Ikan harus segera direndam dalam air laut yang baru/segar bila dalam ember/botol
penyimpanan ada organisme yang mati.
h. Bila menggunakan kantong plastik sebagai tempat penyimpanan atau untuk pengiriman,
maka harus diperhatikan hal berikut:
- Kantong plastik harus memiliki ukuran yang cukup bagi ikan sehingga ikan tersebut dapat
bergerak bebas
- Gunakan kantong plastik yang bersih/baru
- Gunakan satu kantong plastik untuk satu ekor ikan saja
- Usahakan penggantian air untuk menjaga kesegaran ikan
- Kantong plastik berisi ikan harus disimpan di tempat teduh dan sejuk
- Kantong plastik tidak boleh digunakan untuk menyimpan ikan lebih dari 24 jam
i. Jangan menuangkan ikan langsung dari atas ke wadah penyimpanan (ember/toples).
Masukkan serok ke dalam air, kemudian baru ikan dilepaskan
j. Jangan biarkan ikan berada terlalu lama di luar air, upayakan ikan selalu berada di dalam air
dan kemudian pindahkan ke wadah yang tersedia
k.Jangan menaruh ikan dalam kantong plastik dan/atau toples yang tertutup tanpa lubang
l. Usahakan agar ikan-ikan yang ditangkap dari dalam laut disimpan dalam toples yang tutupnya
berlubang dan diletakkan dalam air laut yang dangkal
m. Usahakan agar mengganti air secara teratur dan dengan hati-hati. Ikan dapat mengalami
stress dengan penggantian air yang tergesa-gesa dan ceroboh
n. Sebelum diangkut dengan kapal, jaga agar ikan dalam toples yang berlubang tersebut dapat
disimpan di dasar laut dekat pantai selama tiga hingga 5 hari sehingga saat pengangkutan
usus ikan-ikan tersebut kosong
o. Kecuali untuk jenis-jenis yang biasa hidup berdua atau lebih, usahakan hanya menempatkan
satu ikan dalam satu toples
p. Usahakan agar ikan tidak kelaparan
q. Jangan menusuk gelembung ikan saat ikan ditangkap
r. Angkut ikan-ikan dengan kapal seminggu setelah penangkapan dengan menggunakan toples
yang tutupnya berlubang
s. Periksa kondisi ikan setiap hari dan buang ikan/organisme lain yang mati
t. Dekompresi ikan selama 24 jam dalam toples yang tutupnya berlubang di kedalaman tiga
hingga lima meter.
Pencatatan
a. Para pengumpul dan penangkap ikan harus selalu mencatat dengan benar dan tepat hal yang
berkaitan dengan kematian pada setiap tahap proses dari penangkapan, penyimpanan, hingga
pengangkutan/ pengiriman. Catatan ini dapat disimpan sebagai jurnal atau buku log.
b. Dokumentasi, seperti telah disampaikan di muka harus mencakup:
- Jenis/spesies
- Lokasi pengambilan
- Lokasi pengangkutan
- Lokasi tujuan pengiriman
- Tanggal pengambilan/penangkapan
- Tanggal pengangkutan
- Tanggal tiba di tempat pengiriman
- Nama penangkap
- Catatan kematian saat kedatangan atau setelah kedatangan
Dengan melaksanakan prinsip penangkapan ikan hias ramah lingkungan, kita
bisa memastikan bahwa hasil tangkapan kita bermutu tinggi, kuat, dan
bernilai ekonomi tinggi.
2. Pukat Udang
a. Pukat udang dioperasikan di Indonesia setelah adanya pelarangan penggunaan trawl melalui
Keppress No. 39 tahun 1980 (Baskoro, 2006). Seperti terlihat dengan jelas dari namanya,
alat ini terutama digunakan untuk menangkap udang, selain juga ikan yang ada di perairan
dasar (demersal).
b. Alat ini dioperasikan dengan cara ditarik pada dasar perairan oleh satu atau dua kapal
(di samping atau di belakang kapal) dalam jangka waktu tertentu. Jaring ditarik secara
horizontal (mendatar) di dalam air. Alat ini dilengkapi dengan papan pembuka mulut jaring
(otter board) yang membuat mulut jaring terbuka selama kegiatan penangkapan dilakukan.
c. Pukat memiliki jaring yang berbentuk kerucut dan terdiri atas tiga bagian. Bagian-bagian
tersebut adalah:
Pukat Dasar
- Dua lembar sayap (wing)
- Tali penarik sebagai penghubung ke dua sayap di atas (warp)
- Badan (body)
- Kantong (codenc)
- By-catch Excluder Device/BED (alat penangkal hasil samping) BED adalah bingkai berjeruji
yang dipasang antara bagian badan dan kantong. BED berfungsi sebagai penyaring dan/atau
alat yang meloloskan ikan yang bukan menjadi sasaran utama penangkapan (ikan target). BED
merupakan komponen kunci yang menjadikan Pukat Udang termasuk ke dalam alat tangkap
ramah lingkungan) karena memberikan nilai selektivitas yang tinggi.
3. Pukat Cincin
a. Alat ini ditujukan sebagai penangkap ikan pelagis yang bergerombol di permukaan
b. Pada umumnya, alat ini berbentuk empat persegi panjang dilengkapi yang dilwatkan melalui
cincin yang diikatkan pada bagian bawah jaring (tali ris bawah. Dengan menarik tali kerucut
bagian bawah ini, jaring dapat dikuncupkan (lihat gambar) dan jaring akan membentuk
semacam "mangkuk".
c. Perlu diperhatikan, penggunaan alat tangkap ini hanya untuk ikan pelagis yang bergerombol
di laut lepas.
d. Bila alat ini digunakan untuk ikan demersal (di dasar perairan), maka pukat cincin akan
merusak terumbu karang.
Pukat Cicin
4. Pukat Kantong
a. Pukat kantong dioperasikan dengan melingkari daerah perairan untuk menangkap ikan yang
berada di permukaan (pelagik) dan ikan di dasar perairan (demersal) maupun udang.
b. Pukat seperti ini ada yang digunakan di atas perahu (ditarik oleh perahu) dan hasilnya
langsung dinaikkan ke geladak perahu, dan ada yang ditarik ke arah pantai dan hasil
tangkapan langsung dikumpulkan di pantai.
c. Alat ini terdiri dari kantong, badan pukat, dua lembar sayap yang dipasang pada kedua sisi
mulut jaring, dan tali penarik
Pukat Kantong
5. Jaring Insang
a. Jaring insang digunakan untuk menangkap ikan dengan cara menghadang ruaya gerombolan
ikan. Ikan-ikan yang tertangkap pada jaring umumnya karena terjerat di bagian belakang
penutup insang atau terpuntal oleh mata jaring. Biasanya ikan yang tertangkap dalam jaring
ini adalah jenis ikan yang migrasi vertical maupun horizontalnya tidak terlalu aktif
b. Ada berbagai jenis jaring insang, yang terdiri dari satu lapis jaring, dualapis, maupun tiga lapis
jaring. Jaring insang memiliki mata jaring yang sama ukurannya pada seluruh badan jaring.
Jaring ini kemudian dibentangkan untuk membentuk semacam dinding yang dapat menjerat.
Jaring insang dilengkapi dengan pelampung di bagian atas jaring dan pemberat pada bagian
bawahnya.
c. Notes: apakah ada persyaratan besar mata jaring sehingga memiliki selektivitas tinggi?
Jaring Insang
6. Jaring Angkat
a. Jaring angkat dioperasikan dengan menurunkan dan mengangkatnya secara vertikal. Jaring
ini biasanya dibuat dengan bahan jaring nion yang menyerupai kelambu, karena ukuran
mata jaringnya yang kecil (sekitar 0,5 cm). Jaring kelambu kemudian diikatkan pada bingkai
bambu atau kayu yang berbentuk bujur sangkar.
c. Dalam penggunaannya, jaring angkat sering menggunakan lampu atau umpan untuk
mengundang ikan. Biasanya dioperasikan dari perahu, rakit, bangunan tetap, atau langsung.
d. Dari bentuk dan cara penggunaannya, jaring angkat dapat mencakup bagan perahu, bagan
tancap (termasuk kelong), dan serok
Jaring Angkat
7. Pancing
a. Pada dasarnya alat ini menangkap ikan dengan mengundang dengan umpan akanu atau
buatan, yang dikaitkan pada mata pancing.
b. Terdiri dari dua bagian utama, yaitu tali dan pancing. Bahan, ukuran tali, dan besarnya mata
pancing beragam sesuai dengan ukuran ikan yang akan ditangkap. Jumlah mata pancing yang
ada pada tiap alat juga tergantung dari jenis pancingnya.
c. Alat pancing ada pula yang dilengkapi dengan perangkat lain seperti tangkai, pemberat,
pelampung, dan kili-kili
d. Ada berbagai jenis alat pancing untuk tujuan penangkapan ikan yang berbeda, mulai dari alat
yang paling sederhana untuk penangkapan ikan yang sifatnya rekreasi, hingga ukuran dan
bentuk khusus bagi penangkapan ikan skala besar (industri).
d. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa untuk jenis pancing yang digunakan untuk
penangkapan ikan skala besar (seperti misalnya rawai tuna), sebaiknya digunakan di wilayah
laut lepas, karena dapat menyangkut pada terumbu karang dan merusaknya.
Pancing Dasar
8. Perangkap
a. Perangkap merupakan alat yang sifatnya tidak bergerak yang berbentuk "kurungan" yang
menjebak ikan untuk masuk. Keberhasilan alat ini dalam menangkap ikan sangat tergantung
pada jenis ikan dan pola pergerakan (migrasi) ikan tersebut.
b. Ada beberapa jenis bahan yang sering digunakan untuk membuat perangkap yang
tergantung dari jenis ikan yang akan ditangkap dan lokasi penangkapan. Bahan-bahan seperti
bambu, kawat, rotan, jaring, tanah liat, dan plastik sering digunakan.
c. Perangkap biasanya dan dapat digunakan di hampir setiap lokasi. Dasar perairan,
permukaan, sungai arus deras, atau di daerah pasang surut. Sero, jermal, dan bubu
merupakan jenis perangkap yang sering digunakan.
Hal yang harus diperhatikan dalam memanfaatan perangkap terutama bubu di sekitar terumbu karang adalah cara pemasangan dan pengangkatannya. Memasang dan mengangkat bubu harus dilakukan secara hati-hati sehingga tidak mengganggu dan/atau merusak terumbu yang sangat diperlukan oleh komunitas ikan. Sedapat mungkin hindari pemasangan di atas terumbu karang.
Perangkap
9. Alat pengumpul
a. Alat ini sangat penting diketahui karena memiliki selektivitas tinggi, sederhana dalam bentuk
dan rancangannya, serta biasanya digunakan dalam skala yang kecil.
b. Alat pengumpul ini terdiri dari berbagai jenis, bentuk, dan cara penggunaannya. Salah satu
contohnya adalah alat pengumpul kerang di perairan dangkal yang berupa penggaruk (rake)
atau alat pengumpul rumput laut yang berbentuk galah dengan cabang di ujungnya.
10. Alat penangkap lainnya
a. Ada jenis alat yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam jenis alat tangkap yang telah
dijelaskan di atas. Alat tangkap tersebut antara lain adalah jala, tombak, senapan/panah,
maupun harpun tangan.
b. Alat-alat tangkap jenis ini, karena selektivitasnya tinggi (setiap alat digunakan untuk satu
jenis tertentu saja), skala pengoperasiannya yang terbatas dan kecil, temasuk dalam alat
tangkap yang ramah lingkungan.
c. Jala memiliki prinsip penangkapan seperti jaring. Yang harus diperhatikan adalah penentuan
besar mata jaring pada jala, sehingga sesedikit mungkin jala tersebut menangkap ikan yang
bukan menjadi sasaran penangkapan.
d. Tombak, alat yang terdiri dari batang yang ujung berkait balik (mata tombak) dan tali
penarik yang diikatkan pada mata tombak.
e. Senapan adalah penangkap yang terdiri dari tangkai/badan senapan dan anak panah. Alat ini
digunakan dengan cara menyelam di perairan karang. Dengan panah biasa, penangkapan
umumnya dilakukan di dekat pantai atau perairan yang dangkal
Alat tangkap tombak
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2000. Cara Penangkapan Ikan Hias Yang Ramah Lingkungan.
www.terangi.or.id/publications/pdf/tkprmhlkngn.pdf. Downloaded 22
September 2006, 10:25
Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2005. Petunjuk
Teknis Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan. Direktorat Kapal
Perikanan dan Alat Penangkapan Ikan tahun 2005. Jakarta.
Fa'asili, Ueta. 2001. Principles of Community Fisheries Management. Working
Paper 4 in 2nd SPC Heads of Fisheries Meeting, Noumea, New
Caledonia., 23 - 27 July 2001
Food and Agriculture Organization. 1997. FAO Technical Guidance for Responsible
Fisheries. Foor and Agriculture Organization of The United
Nations.
Katon, Brenda M. and Robert S. Pomeroy. 1999. Fisheries Management of San
Salvador Island, Philippines: A Shared Responsibility, in Society and
Natural Resources Journal, 12:777-795
Pet-Soede, Lida & Mark Erdmann. 1999. An Overview and Comparison of
Destructive Fishing Practices in Indonesia. Unpublish working paper,
Dept of Dish Culture and Fisheries, Wageningen Agricultural University,
The Netherlands, and Dept of Integrative Biologym University of
California, Berkeley USA. http://govdocs.aquake.org/cgi/reprint/2006/
101/1010030.pdf, downloaded 30 Oktober 2006, 09:18
Sondita, M. Fedi A. dan Iin Solihin, Eds. 2006. Kumpulan Pemikiran Tentang
Teknologi Perikanan Tangkap yang Bertanggung Jawab: Kenangan
Purnabakti Prof Dr. Ir. Daniel R. Monintja, Dept. Pemanfaaan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Subani, Waluyo Drs., Ir. H. R. Barus. 1988. Alat Penangkapan Ikan dan Udang
Laut di Indonesia, dalam: Jurnal Penelitian Perikanan Laut, Edisi
Khusus. Balai Penelitian Perikanan Laut, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Dept. Pertanian, Jakarta.
Zakariah, Zahaitun Mahani. 2006. Destructive Fishing in Malaysia: The Need
for Local Participation in Fisheries Management. Unpublised
paper.www.mima.gov.my/mima/htmls/papers/pdf/zmz/zmz_busan.pdf.
Downloaded 08 September 2006. 08:15
Menurut Panduan Kegiatan Terbaik mengenai Standar Inti bagi Pengumpulan, Penangkapan dan Penyimpanan Ikan tahun 2001, pengelolaan perikanan adalah suatu proses terpadu
yang mencakup setiap aspek penangkapan ikan. Proses tersebut meliput kegiatan yang berawal dari pengumpulan dan analisis informasi, perencanaan, pengambilan keputusan,
pemanfaatan sumberdaya, dan perumusan tindakan penegakan peraturan di bidang pengelolaan perikanan. Tindakan penegakan ini dilaksanakan oleh pihak yang berwenang sehingga dapat mengendalikan perilaku pihak yang berkepentingan. Hal ini ditujukan bagi terjaminnya
kelangsungan produktivitas perikanan dan kesejahteraan sumberdaya alam hayati di wilayah pesisir dan laut.
Cara penangkapan ikan yang merusak, dapat didefinisikan sebagai kegiatan penangkapan ikan yang menimbulkan kerusakan secara langsung, baik terhadap habitat (tempat
hidup dan berkembang biak) ikan maupun terhadap organisme utama yang berperan penting dalam membangun suatu habitat (contohnya adalah karang pembangun terumbu
-> scleractinian, dalam ekosistem terumbu karang, -> lihat Panduan Pengenalan Ekosistem Terumbu Karang dan Ekosistem Lainnya).
Penangkapan ikan dengan cara yang merusak secara umum dipicu oleh tingginya permintaan konsumen untuk pasar perdagangan ikan, terutama ikan hidup. Konsumen dan pasar
diperdagangkan tersebu ditangkap. Selain itu, kondisi masyarakatini berdaya amat kuat dalam mengendalikan harga ikan hidup tersebut, di samping kurangnya informasi dan rendahnya kesadaran konsumen mengenai bagaimana ikan-ikan yang penangkap ikan yang miskin dan kurang sejahtera, mendorong mereka untuk mencari cara untuk mendapatkan uang yang banyak dalam waktu yang singkat dan mudah. Dengan cara-cara penangkapan ikan yang merusak, para penangkap ikan (nelayan) dapat meraih hasil yang banyak dalam waktu yang singkat. Kurangnya pemahaman mengenai siklus hidup ikan dan ekosistem yang mendukungnya (yang menjadi tempat tinggal dan berkembang biak) serta kurangnya penegakan hukum bagi penangkapan ikan yang merusak ini mempersulit perbaikan kondisi perikanan (terutama perikanan karang) yang mulai dirasakan oleh para penangkap ikan.
Penangkapan ikan yang merusak merupakan ancaman yang paling besar bagi kelestarian ekosistem pesisir dan laut di Indonesia, khususnya di Kabupaten Raja Ampat, Biak Numfor, Sikka, Buton, Wakatobi, Pangkajene Kepulauan, dan Selayar, terutama ekosistem terumbu karang. Berikut ini adalah beberapa cara penangkapan ikan yang merusak. Dari sini dapat kita
lihat bagaimana praktek penangkapan ikan yang merusak tersebut dapat menghancurkan sumberdaya perikanan kita, yang sangat kita butuhkan bagi kesejahteraan kita sendiri.
A. Cara penangkapan ikan yang merusak
1. Penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak
a. Awalnya, penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak diperkenalkan di Indonesia
pada masa perang dunia ke dua. Penangkapan ikan dengan cara ini sangat banyak digunakan,
sehingga sering dianggap sebagai cara penangkapan ikan “tradisional” (Pet-Soede dan
Erdmann, downloaded 30 October 2006, 09.18, http://www.spc.int/coastfish/news/LRF
/4/erdmann.htm).
b. Meskipun peledak yang digunakan berubah dari waktu ke waktu hingga yang paling
sederhana yaitu dengan menggunakan minyak tanah dan pupuk kimia dalam botol, cara
penangkapan yang merusak ini pada dasarnya sama saja. Para penangkap ikan mencari
gerombol ikan yang terlihat dan didekati dengan perahunya. Dengan jarak sekitar 5 meter,
peledak yang umumnya memiliki berat sekitar satu kilogram ini dilemparkan ke tengah
tengah gerombol ikan tersebut. Setelah meledak, para nelayan tersebut memasuki wilayah
perairan untuk mengumpulkan ikan yang mati atau terkejut karena gelombang yang
dihasilkan ledakan dengan menyelam langsung atau dengan menggunakan kompresor.
Ledakan tersebut dapat mematikan ikan yang berada dalam 10 hingga 20 m radius peledak
dan dapat menciptakan lubang sekitar satu hingga dua meter pada terumbu karang tempat
ikan tersebut tinggal dan berkembang biak.
Menangkap ikan dengan menggunakan bom bom ikan
c. Para penangkap ikan yang menggunakan cara peledakan biasanya mencari ikan yang
hidupnya bergerombol. Ikan-ikan karang yang berukuran besar seperti bibir tebal dan
kerapu yang biasa hidup di bawah terumbu karang menjadi sasaran utamanya. Ikan ekor
kuning hidup di sepanjang tubir, atau ikan kakaktua dan kelompok ikan surgeonfish, juga
menjadi sasaran peledakan. Karena besarnya gelombang ledakan, terkadang ikan yang ada di
tepi perairan terbuka pun sering menjadi sasaran. Ikan-ikan tersebut antara lain ikan
mackerel dan ikan sarden.
d. Terumbu karang yang terkena peledakkan secara terus menerus, seringkali tinggal
puing-puing belaka. Terumbu karang dalam yang rusak ini sulit sekali untuk dipulihkan,
karena kondisinya yang berupa puing dan tidak stabil, di atas substrat seperti ini larva
karang sulit untuk tumbuh dan berkembang biak (lihat Buku Panduan Mengenai Ekosistem
Terumbu Karang dan Ekosistem Terkait Lainnya). Selain itu, terumbu karang mati ini tidak
lagi menarik bagi ikan dewasa yang berpindah dan mencari tempat tinggal untuk
membesarkan anakan ikannya, sehingga menurunkan potensi perikanan di masa datang.
Selain itu, peledakan terumbu karang juga menyebabkan banyaknya ikan dan organisme
yang hidup dalam komunitas terumbu karang tersebut, yang bukan merupakan sasaran
penangkap ikan, turut mati.
d. Penangkapan ikan dengan peledak seperti ini merupakan tindakan yang melanggar hukum
dan lebih banyak dijumpai di wilayah Indonesia timur. Hal ini karena populasi manusia yang
lebih rendah menyebabkan berkurangnya peluang untuk tertangkap oleh patroli polisi lebih
kecil. Selain itu, di perairan wilayah barat Indonesia menunjukkan ketersediaan
ikan yang telah sangat berkurang, sehingga menangkap ikan dengan menggunakan peledak
tidak lagi menguntungkan (Pet-Soede dan Erdmann, downloaded 30 October 2006, 09.18,
http://www.spc.int/ coastfish/news/LRF/4/erdmann.htm).
2. Menggunakan Racun Sianida
a. Penggunaan racun sianida ini (sodium sianida) yang dilarutkan dalam air laut banyak
digunakan untuk menangkap ikan atau organisme yang hidup di terumbu karang dalam
keadaan hidup. Racun sianida yang sering disebut sebagai “bius” biasanya merupakan cara
favorit untuk menangkap ikan hias, ikan karang yang dimakan (seperti keluarga kerapu
dan Napoleon wrasse), dan udang karang (Panulirus spp.).
b. Pada dasarnya, penangkapan ikan seperti ini melibatkan penyelam langsung atau
menggunakan kompresor yang membawa botol berisi cairan sianida dan kemudian
disemprotkan ke ikan sasaran untuk mengejutkannya. Dalam jumlah yang memadai, racun ini
membuat ikan atau organisme lain yang menjadi sasaran "terbius" sehingga para
penangkap ikan dengan mudah mengumpulkan ikan yang pingsan tersebut. Seringkali, ikan
dan udang karang yang menjadi target lalu bersembunyi di dalam terumbu, dan para
penangkap ikan ini membongkar terumbu karang untuk menangkap ikan tersebut.
c. Cairan sianida yang digunakan untuk menangkap ikan berukuran besar, biasanya berupa
larutan pekat yang dapat mematikan sejumlah organisme yang hidup di terumbu karang,
termasuk ikan-ikan kecil, invertebrata yang bergerak, dan yang paling parah, racun sianida
juga mematikan karang keras.
d. Racun sianida, bukan saja mencemari ekosistem terumbu karang yang dapat mematikan
organisme yang tidak menjadi sasaran. Terumbu karang dapat rusak karena dibongkar oleh
para penangkap ikan untuk mengambil ikan yang terbius tersebut di rongga-rongga di dalam
terumbu. Selain itu, dalam jangka waktu yang lama, ekosistem yang terkena racun sianida
yang terus menerus dapat memberikan dampak buruk bagi ikan dan organisme lain dalam
komunitas terumbu karang, juga bagi manusia.
Menangkap ikan dengan racun sianida
3. Bubu
a. Alat tangkap Bubu adalah jerat yang terbuat dari anyaman bambu yang banyak digunakan di
seluruh Indonesia. Belakangan ini, Bubu kembali popular karena digunakan untuk
penangkapan ikan perdagangan ikan karang hidup.
b. Meskipun pada dasarnya alat ini tidak merusak, namun pemasangan dan pengambilannya
sering kali merusak terumbu karang. Bubu biasanya dipasang dan diambil oleh para
penangkap ikan dengan cara menyelam dengan menggunakan kompresor. Dibandingkan
dengan penangkapan yang merusak lainnya, Bubu tidak terlalu merusak karena biasanya
diletakkan di dasar lereng terumbu. Seringkali, perangkap tersebut disamarkan oleh
pecahan-pecahan karang hidup.
c. Ada pula perangkap yang dipasang dari perahu dan diikat dengan tali yang dipancangkan.
Bubu seperti inilah yang sering merusak terumbu karang. Hal ini karena Bubu dipasangi
pemberat yang saat ditenggelamkan dari perahu menabrak percabangan terumbu karang.
Bubu seperti ini terutama merusak terumbu karang pada saat Bubu ditarik oleh tali
pemancang untuk mengangkatnya. Bila penggunaan Bubu seperti ini terus meningkat,
terutama untuk menangkap Ikan Kerapu, kegiatan penangkapan dengan alat Bubu akan
menjadi sumber kerusakan terumbu karang di Indonesia.
seluruh Indonesia. Belakangan ini, Bubu kembali popular karena digunakan untuk
penangkapan ikan perdagangan ikan karang hidup.
b. Meskipun pada dasarnya alat ini tidak merusak, namun pemasangan dan pengambilannya
sering kali merusak terumbu karang. Bubu biasanya dipasang dan diambil oleh para
penangkap ikan dengan cara menyelam dengan menggunakan kompresor. Dibandingkan
dengan penangkapan yang merusak lainnya, Bubu tidak terlalu merusak karena biasanya
diletakkan di dasar lereng terumbu. Seringkali, perangkap tersebut disamarkan oleh
pecahan-pecahan karang hidup.
c. Ada pula perangkap yang dipasang dari perahu dan diikat dengan tali yang dipancangkan.
Bubu seperti inilah yang sering merusak terumbu karang. Hal ini karena Bubu dipasangi
pemberat yang saat ditenggelamkan dari perahu menabrak percabangan terumbu karang.
Bubu seperti ini terutama merusak terumbu karang pada saat Bubu ditarik oleh tali
pemancang untuk mengangkatnya. Bila penggunaan Bubu seperti ini terus meningkat,
terutama untuk menangkap Ikan Kerapu, kegiatan penangkapan dengan alat Bubu akan
menjadi sumber kerusakan terumbu karang di Indonesia.
alat tangkap bubu
4. Pukat Harimau
a. Pukat Harimau merupakan cara penangkapan yang merusak lainnya. Pukat Harimau merusak terumbu karang, karena biasanya digunakan di dasar (substrat) yang lunak untuk menjaring udang. Pukat Harimau dilarang digunakan di Indonesia karena jaring/pukat ini dapat merusak hamparan laut dan menangkap organisme yang bukan sasaran penangkapan (by-catch). Namun demikian, meskipun kini penangkap ikan dengan Pukat Harimau jarang dijumpai, kegiatan ini masih ditemukan, terutama di wilayah perbatasan.
b. Berdasarkan definisinya, Pukat Harimau tidak termasuk dalam jenis alat tangkap ikan yang merusak. Namun demikian alat tangkap ini memberikan pengaruh yang luar biasa buruk terhadap sumberdaya laut khususnya terumbu karang, karena kemampuannya mengeruk
sumberdaya perikanan tersebut. Sebagai contoh, pukat harimau dengan model yang baru, yang dioperasikan di Selat Lembeh pada tahun 1996 hingga 1997 selama 11 bulan. Pukat ini menggunakan jerat-jaring yang sangat besar dan menangkap 1,400 Ikan Pari (Manta), 750 Marlin, 550 Paus, 300 Ikan Hiu (termasuk Hiu Paus), dan 250 Lumba-lumba (Pet-
Soede dan Erdmann, downloaded 30 October 2006, 09.18, http://www.spc.int/coastfis /news/LRF/4/erdmann.htm). Dampak penangkapan ikan dengan menggunakan pukat tersebut terhadap kegiatan ekowisata mulai terasa, karena berkurangnya kelimpahan organisme laut yang menjadi modal utama industri ekowisata ini.
5. Pukat Dasar
a. Pukat Dasar/Lampara Dasar dianggap sebagai salah satu penyebab berkurangnya ketersediaan ikan di Indonesia. Hal ini karena Pukat Dasar yang sering digunakan untuk menangkap udang, juga "menangkap" ikan dan organisme lain serta karena mobilitasnya dapat mengeruk dasar laut sehingga menimbulkan kerusakan ekosistem yang parah.
b. Pukat Dasar berinteraksi secara langsung dengan sedimen dasar yang dapat menyebabkan hilang atau rusaknya yang organisme hidup tidak bergerak seperti rumput laut dan terumbu karang. Pukat Dasar, dengan kemampuan pengerukkannya, dapat pula membongkar terumbu karang atau batu dalam ukuran besar. Di dasar yang berpasir atau berlumpur, Pukat ini dapat memicu kekeruhan yang tinggi dan berakibat buruk bagi kelangsungan hidup terumbu karang.
c. Terhadap jenis (spesies), kerugian utama yang ditimbulkan Pukat Dasar adalah tertangkapnya organisme kecil dan jenis-jenis yang bukan sasaran penangkapan (non-target), yang biasanya dibuang begitu saja di laut. Dampak terhadap spesies ini dapat dikurangi denan menggunakan jaringdengan ukuran tertentu yang dapat mengurangi peluang tertangkapnya
organisme yang berukuran kecil.
Alat Tangkap Ikan yang Ramah
Lingkungan
Seperti telah dijelaskan dalam pendahuluan, Indonesia sangat tergantung pada sektor perikanan, baik sebagai penghasil devisa negara, maupun sebagai pemasok protein bagi penduduk Indonesia. Karenanya, segala bentuk kegiatan penangkapan ikan yang merusak tidak lagi dilakukan. Sebagai sumberdaya alam yang pulih, ikan dapat dipanen terus menerus bila kita bijak dalam melakukan kegiatan perikanan tersebut. Hal ini harus terus menerus didorong karena perikanan yang ramahlingkungan dapat memberikan sumbangan sosial dan ekonomi
yang sangat penting bagi kita semua.
Food Agriculture Organization (FAO, sebuah lembaga di bawah naungan Perserikatan Bangsa Bangsa yang menangani masalah pangan dan pertanian dunia), pada tahun 1995 mengeluarkan
suatu tata cara bagi kegiatan penangkapan ikan yang bertanggung jawab (Code of Conduct for Resposible Fisheries- CCRF). Dalam CCRF ini, FAO menetapkan serangkaian kriteria
bagi teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan. Sembilan kriteria tersebut adalah sebagai berikut:
a. Alat tangkap harus memiliki selektivitas yang tinggi
Artinya, alat tangkap tersebut diupayakan hanya dapat menangkap ikan/organisme lain yang menjadi sasaran penangkapan saja. Ada dua macam selektivitas yang menjadi subkriteria, yaitu selektivitas ukuran dan selektivitas jenis. Subkriteria ini terdiri dari (yang paling rendah hingga yang paling tinggi):
1. Alat menangkap lebih dari tiga spesies dengan ukuran yang berbeda jauh
2. Alat menangkap paling banyak tiga spesies dengan ukuran yang berbeda jauh
3. Alat menangkap kurang dari tiga spesies dengan ukuran yang kurang lebih sama
4. Alat menangkap satu spesies saja dengan ukuran yang kurang lebih sama.
b. Alat tangkap yang digunakan tidak merusak habitat, tempat tinggal dan berkembang biak ikan dan organisme lainnya
Penangkapan Ikan yang Merusak). Ada pembobotan yang digunakan dalam kriteria ini yang ditetapkan berdasarkan luas dan tingkat kerusakan yang ditimbulkan alat penangkapan. Pembobotan tersebut adalah sebagai berikut (dari yang rendah hingga yang tinggi):
1. Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang luas
2. Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang sempit
3. Menyebabkan sebagaian habiat pada wilayah yang sempit
4. Aman bagi habitat (tidak merusak habitat)
c. Tidak membahayakan nelayan (penangkap ikan)
Keselamatan manusia menjadi syarat penangkapan ikan, karena bagaimana pun, manusia merupakan bagian yang penting bagi keberlangsungan perikanan yang produktif. Pembobotan resiko diterapkan berdasarkan pada tingkat bahaya dan dampak yang mungkin dialami oleh nelayan, yaitu (dari rendah hingga tinggi):
1. Alat tangkap dan cara penggunaannya dapat berakibat kematian pada nelayan
2. Alat tangkap dan cara penggunaannya dapat berakibat cacat menetap (permanen) pada
nelayan
3. Alat tangkap dan cara penggunaannya dapat berakibat gangguan kesehatan yang sifatnya
sementara
4. Alat tangkap aman bagi nelayan
d. Menghasilkan ikan yang bermutu baik
Jumlah ikan yang banyak tidak banyak berarti bila ikan-ikan tersebut dalam kondisi buruk. Dalam menentukan tingkat kualitas ikan digunakan kondisi hasil tangkapan secara morfologis (bentuknya). Pembobotan (dari rendah hingga tinggi) adalah sebagai berikut:
1. Ikan mati dan busuk
2. Ikan mati, segar, dan cacat fisik
3. Ikan mati dan segar
4. Ikan hidup
e. Produk tidak membahayakan kesehatan konsumen
Ikan yang ditangkap dengan peledakan bom pupuk kimia atau racun sianida kemungkinan tercemar oleh racun. Pembobotan kriteria ini ditetapkan berdasarkan tingkat bahaya yang mungkin dialami konsumen yang harus menjadi pertimbangan adalah (dari rendah hingga tinggi):
1. Berpeluang besar menyebabkan kematian konsumen
2. Berpeluang menyebabkan gangguan kesehatan konsumen
3. Berpeluang sangat kecil bagi gangguan kesehatan konsumen
4. Aman bagi konsumen
f. Hasil tangkapan yang terbuang minimum
Alat tangkap yang tidak selektif (lihat butir 1), dapat menangkap ikan/ organisme yang bukan sasaran penangkapan (non-target). Dengan alat yang tidak selektif, hasil tangkapan yang terbuang akan meningkat, karena banyaknya jenis non-target yang turut tertangkap. Hasil tangkapan nontarget, ada yang bisa dimanfaatkan dan ada yang tidak. Pembobotan kriteria ini ditetapkan berdasarkan pada hal berikut (dari rendah hingga tinggi):
1. Hasil tangkapan sampingan (by-catch) terdiri dari beberapa jenis (spesies) yang tidak laku
dijual di pasar
2. Hasil tangkapan sampingan (by-catch) terdiri dari beberapa jenis dan ada yang laku dijual di
pasar
3. Hasil tangkapan sampingan (by-catch) kurang dari tiga jenis dan laku dijual di pasar
4. Hasil tangkapan sampingan (by-catch) kurang dari tiga jenis dan berharga tinggi di pasar.
g. Alat tangkap yang digunakan harus memberikan dampak minimum terhadap keanekaan sumberdaya hayati (biodiversity)
Pembobotan criteria ini ditetapkan berdasasrkan pada hal berikut (dari rendah hingga tinggi):
1. Alat tangkap dan operasinya menyebabkan kematian semua mahluk hidup dan merusak
habitat
2. Alat tangkap dan operasinya menyebabkan kematian beberapa spesies dan merusak habitat
3. Alat tangkap dan operasinya menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak merusak
habitat
4. Aman bagi keanekaan sumberdaya hayati
h. Tidak menangkap jenis yang dilindungi undang-undang atau terancam punah
Tingkat bahaya alat tangkap terhadap spesies yang dilindungi undangundang ditetapkan berdasarkan kenyataan bahwa:
1. Ikan yang dilindungi sering tertangkap alat
2. Ikan yang dilindungi beberapa kali tertangkap alat
3. Ikan yang dilindungi "pernah" tertangkap
4. Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap
i. Diterima secara sosial
Penerimaan masyarakat terhadap suatu alat tangkap, akan sangat tergantung pada kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di suatu tempat. Suatu alat diterima secara sosial oleh masyarakat bila:
(1) biaya investasi murah,
(2) menguntungkan secara ekonomi,
(3) tidak bertentangan dengan budaya setempat,
(4) tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. Pembobotancriteria ditetapkan dengan
menilai kenyataan di lapangan bahwa (dari yang rendah hingga yang tinggi):
- Alat tangkap memenuhi satu dari empat butir persyaratan di atas
- Alat tangkap memenuhi dua dari empat butir persyaratan di atas
- Alat tangkap memenuhi tiga dari empat butir persyaratan di atas
- Alat tangkap memenuhi semua persyaratan di atas
Bila ke sembilan kriteria ini dilaksanakan secara konsisten oleh semua pihak yang terlibat dalam kegiatan perikanan, dapat dikatakan ikan dan produk perikanan akan tersedia untuk dimanfaatkan oleh kita dan generasi anak cucu kita. Hal yang penting diingat adalah bahwa generasi saat ini (baca: kita) memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan bahwa kita tidak mengurangi ketersediaan ikan bagi generasi yang akan datang dengan pemanfaatan sumberdaya ikan yang ceroboh dan berlebihan. Perilaku yang bertanggungjawab ini dapat menghasilkan peningkatan ketersediaan ikan, yang kemudian akan memberikan sumbangan yang penting bagi ketahanan pangan, dan peluang pendapatan yang berkelanjutan.
Alat Tangkap yang ramah dan tidak ramah lingkungan
1. Penangkapan ikan hias
a. Ikan hias merupakan salah satu sumberdaya ekosistem terumbu karang yang berperan penting dalam kegiatan ekonomi di wilayah pesisir dan laut. Penangkapan ikan hias ini sering kali menggunakan racun sianida karena kemudahannya mendapatkan racun sianida serta kepastian mendapatkan hasil yang tinggi. Seperti telah dijelaskan di muka, menggunakan racun sianida untuk menangkap ikan karang dapat berakibat buruk bukan saja pada ikan itu sendiri, tetapi juga pada terumbu karang yang terkena racun, serta pada manusia yang menyemprotkan racun tersebut dan yang memakannya (untuk ikan karang yang dimakan).
b. Masalah yang sering terjadi dalam kegiatan penangkapan ikan hias laut yang berasal dari terumbu karang adalah tingginya tingkat kematian Mengapa ikan hias hasil tangkapan tersebut mudah mati? Ada beberapa sebab yang sering menjadi sumber kematian ikan hias tersebut, dan
kesemua ini berkaitan dengan prinsip penangkapan ikan hias ramah lingkungan.
c. Penyebab matinya ikan hias hasil tangkapan:
- Penggunaan racun sianida/potassium yang berlebihan
- Teknik dekompresi yang kurang tepat
- Kurangnya oksigen saat penyimpanan
- Ikan teracuni oleh amoniak buangan ikan yang tercampur dalam
- Terlalu banyak ikan dalam satu wadah penyimpanan
- Ikan terjemur sinar matahari
- Prosedur penangan dan pengangkutan yang kurang baik
Dalam kegiatan penangkapan ikan hias di terumbu karang yang ramah lingkungan, ada serangkaian kriteria yang harus dilaksanakan. Penangkapan ikan hias ramah lingkungan mencakup:
- Tata cara penangkapan
- Penanganan dan penyimpanan
- Persyaratan lain yang berkaitan dengan perawatan dan prinsip-prinsip
praktis yang perlu diketahui sehingga kegiatan penangkapan ikan hias dari terumbu karang ini dapat berkelanjutan. Selain itu, ada serangkaian alat tangkap yang diperlukan bagi ikan hias yang ramah lingkungan ini. Alat dan bahan tersebut antara lain:
- Jaring penghalang
- Serok
- Ember dekompresi
Prinsip utama yang harus diperhatikan dalam pengumpulan ikan dari laut
adalah sebagai berikut:
Persyaratan umum penanganan, penyimpanan, dan penangkaran:
a. Ikan dari lokasi yang berlainan tidak boleh dicampur dalam suatu wadah yang sama
b. Perjalanan pengumpulan dan penangkapan yang singkat (tidak terlalu lama)
c. Penangkapan harus selalu menggunakan ember yang mengapung
d. Setelah pengumpulan dan penangkapan, ikan harus ditandai dengan informasi mengenai:
- Penangkap
- Pengumpul
- Lokasi penangkapan
- Lokasi pengumpulan
- Tanggal dan jam penangkapan
e. Kualitas dan suhu air dalam wadah yang harus dijaga, antara lain dengan
cara:
- Menempatkan wadah di tempat yang teduh dan mengganti air dengan air laut yang
bersih/segar
- Menghindari penggantian air yang terlalu sering dan ceroboh serta keteduhan yang
berubah-ubah
- Memastikan periode penyimpanan antara penangkapan dan pemngiriman yang singkat
kepada pembeli yang mampu melakukan penyesuaian suhu yang tepat
Penanganan dan Penyimpanan
a. Jangan memegang ikan saat menangani ikan
b. Gunakan serok (lihat bagian berikutnya untuk cara pembuatan) dengan hati-hati
c. Serok harus terbuat dari bahan yang lembut dan bermata jaring kecil
d. Kantong plastik dan toples penyimpanan sebaiknya tidak dibiarkan terkena panas matahari
langsung
e. Lindungi tempat penyimpanan dengan kotak atau terpal hitam
f. Ember bisa digunakan sebagai alat penyimpanan sementara dan dekompresi
g. Bila menggunakan ember dan botol sebagai tempat penyimpanan, maka hal berikut harus
menjadi perhatian:
- Ember dan/atau botol harus disimpan dalam laut dengan kedalaman 3 dengan sirkulasi air
yang baik
- Direndam dalam air laut yang baru/segar setelah pengapalan
- Ikan harus segera direndam dalam air laut yang baru/segar bila dalam ember/botol
penyimpanan ada organisme yang mati.
h. Bila menggunakan kantong plastik sebagai tempat penyimpanan atau untuk pengiriman,
maka harus diperhatikan hal berikut:
- Kantong plastik harus memiliki ukuran yang cukup bagi ikan sehingga ikan tersebut dapat
bergerak bebas
- Gunakan kantong plastik yang bersih/baru
- Gunakan satu kantong plastik untuk satu ekor ikan saja
- Usahakan penggantian air untuk menjaga kesegaran ikan
- Kantong plastik berisi ikan harus disimpan di tempat teduh dan sejuk
- Kantong plastik tidak boleh digunakan untuk menyimpan ikan lebih dari 24 jam
i. Jangan menuangkan ikan langsung dari atas ke wadah penyimpanan (ember/toples).
Masukkan serok ke dalam air, kemudian baru ikan dilepaskan
j. Jangan biarkan ikan berada terlalu lama di luar air, upayakan ikan selalu berada di dalam air
dan kemudian pindahkan ke wadah yang tersedia
k.Jangan menaruh ikan dalam kantong plastik dan/atau toples yang tertutup tanpa lubang
l. Usahakan agar ikan-ikan yang ditangkap dari dalam laut disimpan dalam toples yang tutupnya
berlubang dan diletakkan dalam air laut yang dangkal
m. Usahakan agar mengganti air secara teratur dan dengan hati-hati. Ikan dapat mengalami
stress dengan penggantian air yang tergesa-gesa dan ceroboh
n. Sebelum diangkut dengan kapal, jaga agar ikan dalam toples yang berlubang tersebut dapat
disimpan di dasar laut dekat pantai selama tiga hingga 5 hari sehingga saat pengangkutan
usus ikan-ikan tersebut kosong
o. Kecuali untuk jenis-jenis yang biasa hidup berdua atau lebih, usahakan hanya menempatkan
satu ikan dalam satu toples
p. Usahakan agar ikan tidak kelaparan
q. Jangan menusuk gelembung ikan saat ikan ditangkap
r. Angkut ikan-ikan dengan kapal seminggu setelah penangkapan dengan menggunakan toples
yang tutupnya berlubang
s. Periksa kondisi ikan setiap hari dan buang ikan/organisme lain yang mati
t. Dekompresi ikan selama 24 jam dalam toples yang tutupnya berlubang di kedalaman tiga
hingga lima meter.
Pencatatan
a. Para pengumpul dan penangkap ikan harus selalu mencatat dengan benar dan tepat hal yang
berkaitan dengan kematian pada setiap tahap proses dari penangkapan, penyimpanan, hingga
pengangkutan/ pengiriman. Catatan ini dapat disimpan sebagai jurnal atau buku log.
b. Dokumentasi, seperti telah disampaikan di muka harus mencakup:
- Jenis/spesies
- Lokasi pengambilan
- Lokasi pengangkutan
- Lokasi tujuan pengiriman
- Tanggal pengambilan/penangkapan
- Tanggal pengangkutan
- Tanggal tiba di tempat pengiriman
- Nama penangkap
- Catatan kematian saat kedatangan atau setelah kedatangan
Dengan melaksanakan prinsip penangkapan ikan hias ramah lingkungan, kita
bisa memastikan bahwa hasil tangkapan kita bermutu tinggi, kuat, dan
bernilai ekonomi tinggi.
2. Pukat Udang
a. Pukat udang dioperasikan di Indonesia setelah adanya pelarangan penggunaan trawl melalui
Keppress No. 39 tahun 1980 (Baskoro, 2006). Seperti terlihat dengan jelas dari namanya,
alat ini terutama digunakan untuk menangkap udang, selain juga ikan yang ada di perairan
dasar (demersal).
b. Alat ini dioperasikan dengan cara ditarik pada dasar perairan oleh satu atau dua kapal
(di samping atau di belakang kapal) dalam jangka waktu tertentu. Jaring ditarik secara
horizontal (mendatar) di dalam air. Alat ini dilengkapi dengan papan pembuka mulut jaring
(otter board) yang membuat mulut jaring terbuka selama kegiatan penangkapan dilakukan.
c. Pukat memiliki jaring yang berbentuk kerucut dan terdiri atas tiga bagian. Bagian-bagian
tersebut adalah:
Pukat Dasar
- Dua lembar sayap (wing)
- Tali penarik sebagai penghubung ke dua sayap di atas (warp)
- Badan (body)
- Kantong (codenc)
- By-catch Excluder Device/BED (alat penangkal hasil samping) BED adalah bingkai berjeruji
yang dipasang antara bagian badan dan kantong. BED berfungsi sebagai penyaring dan/atau
alat yang meloloskan ikan yang bukan menjadi sasaran utama penangkapan (ikan target). BED
merupakan komponen kunci yang menjadikan Pukat Udang termasuk ke dalam alat tangkap
ramah lingkungan) karena memberikan nilai selektivitas yang tinggi.
3. Pukat Cincin
a. Alat ini ditujukan sebagai penangkap ikan pelagis yang bergerombol di permukaan
b. Pada umumnya, alat ini berbentuk empat persegi panjang dilengkapi yang dilwatkan melalui
cincin yang diikatkan pada bagian bawah jaring (tali ris bawah. Dengan menarik tali kerucut
bagian bawah ini, jaring dapat dikuncupkan (lihat gambar) dan jaring akan membentuk
semacam "mangkuk".
c. Perlu diperhatikan, penggunaan alat tangkap ini hanya untuk ikan pelagis yang bergerombol
di laut lepas.
d. Bila alat ini digunakan untuk ikan demersal (di dasar perairan), maka pukat cincin akan
merusak terumbu karang.
Pukat Cicin
4. Pukat Kantong
a. Pukat kantong dioperasikan dengan melingkari daerah perairan untuk menangkap ikan yang
berada di permukaan (pelagik) dan ikan di dasar perairan (demersal) maupun udang.
b. Pukat seperti ini ada yang digunakan di atas perahu (ditarik oleh perahu) dan hasilnya
langsung dinaikkan ke geladak perahu, dan ada yang ditarik ke arah pantai dan hasil
tangkapan langsung dikumpulkan di pantai.
c. Alat ini terdiri dari kantong, badan pukat, dua lembar sayap yang dipasang pada kedua sisi
mulut jaring, dan tali penarik
Pukat Kantong
5. Jaring Insang
a. Jaring insang digunakan untuk menangkap ikan dengan cara menghadang ruaya gerombolan
ikan. Ikan-ikan yang tertangkap pada jaring umumnya karena terjerat di bagian belakang
penutup insang atau terpuntal oleh mata jaring. Biasanya ikan yang tertangkap dalam jaring
ini adalah jenis ikan yang migrasi vertical maupun horizontalnya tidak terlalu aktif
b. Ada berbagai jenis jaring insang, yang terdiri dari satu lapis jaring, dualapis, maupun tiga lapis
jaring. Jaring insang memiliki mata jaring yang sama ukurannya pada seluruh badan jaring.
Jaring ini kemudian dibentangkan untuk membentuk semacam dinding yang dapat menjerat.
Jaring insang dilengkapi dengan pelampung di bagian atas jaring dan pemberat pada bagian
bawahnya.
c. Notes: apakah ada persyaratan besar mata jaring sehingga memiliki selektivitas tinggi?
Jaring Insang
6. Jaring Angkat
a. Jaring angkat dioperasikan dengan menurunkan dan mengangkatnya secara vertikal. Jaring
ini biasanya dibuat dengan bahan jaring nion yang menyerupai kelambu, karena ukuran
mata jaringnya yang kecil (sekitar 0,5 cm). Jaring kelambu kemudian diikatkan pada bingkai
bambu atau kayu yang berbentuk bujur sangkar.
c. Dalam penggunaannya, jaring angkat sering menggunakan lampu atau umpan untuk
mengundang ikan. Biasanya dioperasikan dari perahu, rakit, bangunan tetap, atau langsung.
d. Dari bentuk dan cara penggunaannya, jaring angkat dapat mencakup bagan perahu, bagan
tancap (termasuk kelong), dan serok
Jaring Angkat
7. Pancing
a. Pada dasarnya alat ini menangkap ikan dengan mengundang dengan umpan akanu atau
buatan, yang dikaitkan pada mata pancing.
b. Terdiri dari dua bagian utama, yaitu tali dan pancing. Bahan, ukuran tali, dan besarnya mata
pancing beragam sesuai dengan ukuran ikan yang akan ditangkap. Jumlah mata pancing yang
ada pada tiap alat juga tergantung dari jenis pancingnya.
c. Alat pancing ada pula yang dilengkapi dengan perangkat lain seperti tangkai, pemberat,
pelampung, dan kili-kili
d. Ada berbagai jenis alat pancing untuk tujuan penangkapan ikan yang berbeda, mulai dari alat
yang paling sederhana untuk penangkapan ikan yang sifatnya rekreasi, hingga ukuran dan
bentuk khusus bagi penangkapan ikan skala besar (industri).
d. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa untuk jenis pancing yang digunakan untuk
penangkapan ikan skala besar (seperti misalnya rawai tuna), sebaiknya digunakan di wilayah
laut lepas, karena dapat menyangkut pada terumbu karang dan merusaknya.
Pancing Dasar
8. Perangkap
a. Perangkap merupakan alat yang sifatnya tidak bergerak yang berbentuk "kurungan" yang
menjebak ikan untuk masuk. Keberhasilan alat ini dalam menangkap ikan sangat tergantung
pada jenis ikan dan pola pergerakan (migrasi) ikan tersebut.
b. Ada beberapa jenis bahan yang sering digunakan untuk membuat perangkap yang
tergantung dari jenis ikan yang akan ditangkap dan lokasi penangkapan. Bahan-bahan seperti
bambu, kawat, rotan, jaring, tanah liat, dan plastik sering digunakan.
c. Perangkap biasanya dan dapat digunakan di hampir setiap lokasi. Dasar perairan,
permukaan, sungai arus deras, atau di daerah pasang surut. Sero, jermal, dan bubu
merupakan jenis perangkap yang sering digunakan.
Hal yang harus diperhatikan dalam memanfaatan perangkap terutama bubu di sekitar terumbu karang adalah cara pemasangan dan pengangkatannya. Memasang dan mengangkat bubu harus dilakukan secara hati-hati sehingga tidak mengganggu dan/atau merusak terumbu yang sangat diperlukan oleh komunitas ikan. Sedapat mungkin hindari pemasangan di atas terumbu karang.
Perangkap
9. Alat pengumpul
a. Alat ini sangat penting diketahui karena memiliki selektivitas tinggi, sederhana dalam bentuk
dan rancangannya, serta biasanya digunakan dalam skala yang kecil.
b. Alat pengumpul ini terdiri dari berbagai jenis, bentuk, dan cara penggunaannya. Salah satu
contohnya adalah alat pengumpul kerang di perairan dangkal yang berupa penggaruk (rake)
atau alat pengumpul rumput laut yang berbentuk galah dengan cabang di ujungnya.
10. Alat penangkap lainnya
a. Ada jenis alat yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam jenis alat tangkap yang telah
dijelaskan di atas. Alat tangkap tersebut antara lain adalah jala, tombak, senapan/panah,
maupun harpun tangan.
b. Alat-alat tangkap jenis ini, karena selektivitasnya tinggi (setiap alat digunakan untuk satu
jenis tertentu saja), skala pengoperasiannya yang terbatas dan kecil, temasuk dalam alat
tangkap yang ramah lingkungan.
c. Jala memiliki prinsip penangkapan seperti jaring. Yang harus diperhatikan adalah penentuan
besar mata jaring pada jala, sehingga sesedikit mungkin jala tersebut menangkap ikan yang
bukan menjadi sasaran penangkapan.
d. Tombak, alat yang terdiri dari batang yang ujung berkait balik (mata tombak) dan tali
penarik yang diikatkan pada mata tombak.
e. Senapan adalah penangkap yang terdiri dari tangkai/badan senapan dan anak panah. Alat ini
digunakan dengan cara menyelam di perairan karang. Dengan panah biasa, penangkapan
umumnya dilakukan di dekat pantai atau perairan yang dangkal
Alat tangkap tombak
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2000. Cara Penangkapan Ikan Hias Yang Ramah Lingkungan.
www.terangi.or.id/publications/pdf/tkprmhlkngn.pdf. Downloaded 22
September 2006, 10:25
Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2005. Petunjuk
Teknis Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan. Direktorat Kapal
Perikanan dan Alat Penangkapan Ikan tahun 2005. Jakarta.
Fa'asili, Ueta. 2001. Principles of Community Fisheries Management. Working
Paper 4 in 2nd SPC Heads of Fisheries Meeting, Noumea, New
Caledonia., 23 - 27 July 2001
Food and Agriculture Organization. 1997. FAO Technical Guidance for Responsible
Fisheries. Foor and Agriculture Organization of The United
Nations.
Katon, Brenda M. and Robert S. Pomeroy. 1999. Fisheries Management of San
Salvador Island, Philippines: A Shared Responsibility, in Society and
Natural Resources Journal, 12:777-795
Pet-Soede, Lida & Mark Erdmann. 1999. An Overview and Comparison of
Destructive Fishing Practices in Indonesia. Unpublish working paper,
Dept of Dish Culture and Fisheries, Wageningen Agricultural University,
The Netherlands, and Dept of Integrative Biologym University of
California, Berkeley USA. http://govdocs.aquake.org/cgi/reprint/2006/
101/1010030.pdf, downloaded 30 Oktober 2006, 09:18
Sondita, M. Fedi A. dan Iin Solihin, Eds. 2006. Kumpulan Pemikiran Tentang
Teknologi Perikanan Tangkap yang Bertanggung Jawab: Kenangan
Purnabakti Prof Dr. Ir. Daniel R. Monintja, Dept. Pemanfaaan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Subani, Waluyo Drs., Ir. H. R. Barus. 1988. Alat Penangkapan Ikan dan Udang
Laut di Indonesia, dalam: Jurnal Penelitian Perikanan Laut, Edisi
Khusus. Balai Penelitian Perikanan Laut, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Dept. Pertanian, Jakarta.
Zakariah, Zahaitun Mahani. 2006. Destructive Fishing in Malaysia: The Need
for Local Participation in Fisheries Management. Unpublised
paper.www.mima.gov.my/mima/htmls/papers/pdf/zmz/zmz_busan.pdf.
Downloaded 08 September 2006. 08:15